Arsip untuk April, 2012
Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Beralihnya Tenaga Kerja Dari Sektor Pertanian Ke Sektor Non Pertanian (Studi Kasus di Desa Kebonagung Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang) (117)
Posted by ilmiahpertanian in Tak Berkategori on 19 April 2012
Normal
0
MicrosoftInternetExplorer4
st1\:*{behavior:url(#ieooui) }
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:”Times New Roman”;}
Indonesia untuk tumbuh dan berkembang menuju masyarakat
yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila. Dalam
rangka
pelaksanaan
pembangunan jangka panjang
pemerintah menitik beratkan pada pembangunan dibidang ekonomi dengan sasaran utama mencapai keseimbangan antara pertanian
dan industri.
Agar
pembangunan
dapat
dicapai
maka
pembangunan
itu
harus
dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat dan pemerintah.
Masyarakat
merupakan komponen utama
pembangunan, sedangkan pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk
mengarahkan dan membimbing agar cita-cita
nasional
dapat dicapai. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh masyarakat harus dapat dukungan dari pemerintah.
masalah antara lain masalah kemiskinan dan masalah
tenaga
kerja.
Masalah ini dapat timbul karena
tingkat
pertumbuhan penduduk yang
sangat
besar.
Jumlah penduduk yang besar akan menjadi
salah satu modal dasar
pembangunan dan pendorong pembangunan apabila disertai dengan peningkatan kualitas penduduk.
Angka pertumbuhan penduduk yang tinggi juga dapat menjadi beban pembangunan apabila
tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas
sumber daya manusia itu sendiri.
salah satu
negara yang
sedang berkembang,
laju pertumbuhan penduduk masih tinggi dan ini menjadi permasalahan dimasa yang
akan datang.
Keadaan
ini
menyebabkan
besarnya
jumlah
penduduk,
struktur
penduduk usia muda,
dan
tingkat
pengangguran tinggi,
serta
penyebaran penduduk yang tidak sesuai dengan sumberdaya alamnya. Pertumbuhan penduduk Indonesia yang sangat
besar
tersebut
akan
membuat
struktur
kependudukan
Indonesia bertumpu pada usia muda. Struktur penduduk usia muda
memberikan gambaran besarnya
angka beban ketergantungan yang tinggi.
wajar dari struktur penduduk usia muda adalah melimpahnya
penduduk
memasuki
angkatan
kerja.
Sementara
itu
keterbatasan
kesempatan kerja untuk menampung jumlah angkatan kerja yang besar mengakibatkan terjadinya
tingkat
pengangguran
yang
tinggi.
Seiring
dengan
meningkatnya pengangguran yang
memasuki angkatan kerja tersebut, jumlah angkatan kerja yang memasuki
sektor kerja informal
semakin meningkat. Hampir dapat dipastikan bahwa
gejala
peningkatan
jumlah
pengangguran
cendurung
diikuti dengan pekerja yang bekerja disektor informal.
pertambahan penduduk bukanlah hanya sekedar masalah jumlahnya saja.
Ini
merupakan
problema
kesejahteraan
umat
manusia
dan
pembangunan. Pertumbuhan penduduk yang cepat dapat mempunyai konsekuensi–konsekuensi yang serius bagi kehidupan manusia
diseluruh dunia (Todaro, 2000).
yang telah kita ketahui bahwa faktor
jumlah
penduduk
dapat
menjadi faktor penghambat bagi pembangunan umumnya dan bagi ketenagakerjaan pada khususnya. Dari sebuah gambaran
tentang masalah tenaga kerja dipedesaan, sering dikemukakan bahwa angka pertambahan penduduk yang tinggi menyebabkan
berlimpahnya
tenaga
kerja,
karena
sektor
pertanian
tidak
mampu menampung seluruh tambahan
tenaga
kerja.
Ketidakmampuan
sektor
pertanian menampung tenaga kerja
dikarenakan
semakin
berkurangnya
lahan
pertanian.
kita menunjukkan persediaan
tanah garap yang luas,
namun pada akhirnya
semakin menyempit atau terbatas sebagai akibat banyaknya lahan–lahan pertanian
yang dijual untuk pemukiman penduduk dan pendirian pabrik–pabrik. Luas lahan yang semakin sempit
tersebut menjadi tidak ekonomis
dalam berproduksi, sehingga hasil
yang didapat sedikit.
Hal ini mengakibatkan pendapatan
petani berkurang, sehingga mengakibatkan banyaknya tenaga kerja yang beralih
pekerjaan ke sektor non pertanian
untuk mendapatkan pendapatan yang tinggi guna memenuhi kebutuhan mereka.
pertanian, menandakan adanya perubahan
struktur perekonomian di Indonesia, dari sektor
pertanian ke sektor non pertanian. Salah satu penyebab
pergeseran ini adalah perkembangan teknologi-teknologi yang
dapat mengganti tenaga
kerja, seperti penggunaan tenaga ternak, tenaga traktor, dan mekanisasi pemeliharaan tanaman, seperti landak dalam penyiangan. Selain itu tingkat
pendidikan juga berpengaruh
terhadap beralihnya seseorang untuk
bekerja
ke
sektor
non
pertanian.
Pada
umumnya seseorang yang mempunyai
tingkat
pendidikan
yang tinggi lebih mampu untuk
memilih
berbagai
alternatif
pekerjaan
di
sektor
formal
yang
dianggap menyenangkan dan lebih menguntungkan serta mereka lebih mampu
untuk mengelola suatu usaha sehingga
mereka dapat memperoleh imbalan yang layak. Tingkat
pendidikan
dalam
hal
ini
dipakai
sebagai
salah
satu
alat
ukur
kualitas tenaga kerja.
sempitnya
kesempatan
kerja di sektor pertanian kini
mulai
menyadari tentang pentingnya sektor non pertanian sebagai
salah satu alternatif untuk dapat meningkatkan kesejahteraan sekelompok besar masyarakat pedesaan, khususnya
kelompok buruh tani
dan petani sempit.
Fajri (1985), berpendapat bahwa di pedesaan yang rata-rata penduduknya juga sebagai petani, akan tetapi pekerjaan diluar sektor pertanian
sudah mulai menjadi
harapan untuk penyerapan tenaga kerja yang terus meningkat.
tertarik untuk melakukan
penelitian dengan melakukan
studi
kasus
di
Desa
Kebonagung
Kecamatan
Pakisaji Kabupaten Malang dengan judul ”
FAKTOR–FAKTOR YANG MENYEBABKAN BERALIHNYA TENAGA KERJA
DARI
SEKTOR PERTANIAN KE SEKTOR NON PERTANIAN”.
atau klik disini
Peranan Kelompok Tani Dalam Penyampaian Teknologi Baru Pada Petani Anggota Di Desa Boluroto Dan Banjarejo Kecamatan Manjarejo Kabupaten Blora (116)
Posted by ilmiahpertanian in Tak Berkategori on 19 April 2012
sektor yang sangat penting dan dominan, hal ini ditunjukan dengan
banyaknya
penduduk yang
tergantung pada pertanian. Namun melihat
perkembangan
yang
terjadi, pertanian di Indonesia
belum maksimal.
Mulai dari input yang digunakan sampai output yang dikeluarkanpun
belum bisa diandalkan.
bany;/span>ak disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari keputusan petani dalam menentukan
komoditas, penggunaan faktor produksi, panen, serta pasca panen yang masih tradisional. Selain itu pengetahuan dan pengalaman petani juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan dari usaha tani yang dilaksanakan oleh petani.
penyuluhan
dan pendidikan pertanian,
juga
perlu
dilanjutkan perbaikan dan
perluasan
prasarana, pembukaan lahan
;span style=”mso-spacerun: yes;”> baru,
penyediaan berbagai
sarana prosuksi
yang
memadai,
kemudian penyediaan kredit
dengan syarat yang tidak terlalu membebani bagi petani, serta penelitian
dan pemilikan
teknologi yang
tepat, yang disebarkan
keseluruh daerah masyarakat petani ( Anonymous, 1988 ).
sasaran
pembangunan pertanian serta
merespon perkembangan globalisasi perekonomian dan
tuntutan <span style="letter-spacing: 1.75pt;"= konsumen yang semakin menekan pada aspek kontinuitas dan kualitas produk, maka pada PJP II pemerintah telah
menekankan
konsep
sistem
agribisnis pembangunan pertanian (Badan Agribisnis,1995 dan saragih,1998
b) melalui SK.Manteri Pertanian R.I No.96/KPTS/OT.210/2/94, tentang pembentukan badan agribisnis
yang mempunyai tugas pokok melakukan pembinaan dan pengembangan
agribisnis.
Pendekatan agribisnis
lebih
menekankan
pada aspek manajemen penguasaan
pasar
(kebutuhan
dan
harapan konsumen) tentang kualitas dan kuantitas produk, daya saing dan penggunaan teknologi.
dibentuklah sebuah wadah untuk menampung
informasi-informasi yang
masuk.
Wadah itu dinamakan kelompok tani, dimana melalui kelompok tani maka informasi
yang dibutuhkan bisa cepat tersampaikan kepada petani. Peran dan fungsi dari kelompok tani akan berjalan, apabila para anggota yang ada
di dalamnya memahami fungsi dan peranan kelompok tani tersebut.
belakang tersebut,
maka
diperlukan penelitian mengenai peranan kelompok tani dalam menyampaikan
teknologi baru pada petani anggota .
atau klik disini
Analisis Pendapatan Dan Perkembangan Usahatani Bawang Merah (Allium Ascalonicum.L) Di Kabupaten Nganjuk (115)
Posted by ilmiahpertanian in Tak Berkategori on 19 April 2012
Normal
0
MicrosoftInternetExplorer4
st1\:*{behavior:url(#ieooui) }
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:”Times New Roman”;}
sektor penunjang yang sangat penting dari pembangunan ekonomi di Indonesia. Komoditas hortikultura telah
mendapatkan perhatian di samping tanaman pangan. Bawang merah merupakan salah
satu komoditas hortikultura terutama untuk daerah dataran rendah yang secara
nasional diprioritaskan pengembangannya.
Kabupaten yang berada di Propinsi Jawa Timur yang mempunyai komoditas andalan
yaitu bawang merah. Melihat laju pertumbuhan penduduk yang begitu cepat,
kebutuhan pasar yang meningkat dan harga jual yang tinggi merupakan faktor yang
dapat merangsang petani untuk dapat meningkatkan produksi bawang merah baik
dari segi kuantitas maupun kualitas dan untuk meningkatkan pendapatan petani.
dan efisiensi usahatani bawang merah (Allium ascalonicum. L) dan untuk
mengetahui perkembangan usahatani bawang merah (Allium ascalonicum. L)
di Kabupaten Nganjuk.
yaitu bertempat di Desa Nglinggo Kecamatan Gondang Kabupaten Nganjuk. Pengambilan
sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode Simple
Random Sampling (Acak Sederhana) dengan responden adalah petani bawang
merah. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 40 responden
dari total populasinya sebanyak 200 responden. Pengambilan data dilakukan
dengan tiga cara yaitu dengan melakukan wawancara langsung dengan petani,
observasi dan dokumentasi. Berdasarkan sumber data yang ada diperoleh data
primer dan data sekunder.
digunakan adalah: (1) analisis usahatani untuk menganalisis struktur biaya,
penerimaan, pendapatan dan efisiensi usahatani bawang merah (2) Analisis Trend untuk mengetahui perkembangan usahatani bawang merah dalam
rentang waktu 12 tahun (1993-2004) di Kabupaten Nganjuk.
penelitian menunjukkan bahwa: (1) Biaya yang dikeluarkan untuk usahatani bawang
merah sebesar Rp 33.181.751,75 per hektar; Penerimaan yang diterima oleh petani
dari hasil usahatani bawang merah sebesar Rp 45.865.000,00 per hektar;
Pendapatan per hektar yang diperoleh petani dari usahatani bawang merah sebesar
Rp 12.683.248,75. Nilai efisiensi (R/C Ratio) dari usahatani bawang merah
sebesar 1,38. Usahatani bawang merah di Desa Nglinggo Kecamatan Gondang
Kabupaten Nganjuk menguntungkan dan layak untuk dikembangkan lebih besar lagi
(2) Usahatani bawang merah di Kabupaten Nganjuk mulai di usahakan sejak tahun
90-an. Trend luas lahan, produksi, produktivitas dan harga bawang
merah perkembangan usahatani bawang merah cenderung mengalami peningkatan
sehingga Kabupaten Nganjuk dijadikan sebagai salah satu penghasil bawang merah
di Jawa Timur.
atau klik disini
Peranan Penyuluh Pertanian Terhadap Kinerja Kelompok Tani (Studi Kasus Di Kecamatan Sukodono Kabupaten Lumajang) (114)
Posted by ilmiahpertanian in Tak Berkategori on 19 April 2012
Normal
0
MicrosoftInternetExplorer4
st1\:*{behavior:url(#ieooui) }
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:”Times New Roman”;}
Belakang
pertanian di Indonesia telah berkembang dengan pesat dan
telah mencapai hasil yang memuaskan yaitu telah dicapainya swasembada pangan (beras) pada tahun 1984. Secara bertahap perhatian
pemerintah dalam kegiatan
penyuluhan telah diarahkan
untuk memenuhi kebutuhan petani serta titik berat
penyuluhan telah bergeser dari
budidaya tanaman kepada
manusia yang membudidayakan tanaman tersebut yaitu petani. Berbagai pendekatan
penyuluhan pertanian yang telah
dilaksanakan di Indonesia antara
lain : pendekatan penyuluhan pertanian secara umum, secara komoditas, latihan
dan kunjungan, partisipasi, proyek,
sistem
usahatani,
sumber dana dan secara kelembagaan pendidikan (Suhardiyono, 1990).
petani membentuk pendapat yang sehat
dan membuat keputusan yang baik
dengan cara berkomunikasi
dan memberikan informasi yang mereka perlukan. Peran utama penyuluh dari banyak negara
pada massa lalu dipandang
sebagai ahli teknologi dari peneliti ke petani. Sekarang peranan penyuluhan lebih
dipandang sebagai proses membantu
mereka untuk
mengambil keputusan sendiri dengan
cara
menambah pilihan-pilihan bagi mereka dan
menolong
mereka mengembangkan wawasan mengenai konsekuensi dari masing-masing pilihan
tersebut (Van den
Ban dan Hawkins, 1999).
penyuluh, bukan atas
dasar
kebutuhan
,span style=”mso-spacerun: yes;”> petani.
Dalam
sistem
desentralisasi,
penyelenggaraan penyuluhan pertanian seharusnya
didasarkan
atas
kebutuhan
lokal. Para
petani
perlu
diberi
kesempatan untuk
berperan aktif
dalam memperbaiki mutu
penyuluhan pertanian sesuai dengan kebutuhannya.
Kemampuan petani untuk berubah sesuai dengan perubahan lingkungan masyarakat kini semakin
tinggi. Begitu
pula
dengan
kemampuannya
untuk
menerapkan inovasi baru dibidang
pertanian karena adanya perubahan teknologi yang terjadi pada masyarakat sekitarnya. (Harun, 1996)
penyuluh pertanian akan memudahkan
penyuluh pertanian dalam
mentransfer program
penyuluhan yang telah ditetapkan. Kerjasama tersebut
misalnya dalam bentuk, kesediaan
petani untuk aktif dalam
pertemuan, pembuatan rencana
kelompok, pengadaan
saprodi, pengendalian hama dan
penyakit dengan pengendalian hama terpadu, pemeliharaan
dan pengelolaan irigasi, pemasaran hasil <span style="letter-spacing: 2.05pt;". dan kegiatan yang diadakan oleh penyuluh pertanian lainnya misalnya : diskusi, kursus,
sarasehan dan lainnya (Anonymous,
2000).
perilaku
masyarakat melalui perubahan sosial yang direncanakan (planned social change). Merupakan salah satu tujuan program penyuluhan pertanian,
dalam
hal
ini
diarahkan
untuk
memperbaiki
sistem-sistem sosial yang terdapat pada masyarakat dan pada akhirnya
penyuluhan ini memperbaiki mayarakat
secara
keseluruhan.
Sistem
sosial
ini
dapat berupa keluarga, rukun tetangga, kelompok dasa wisma, kelompok tani,
koperasi unit desa dan lain-lain. Setiap sistem
sosial
ini
anggota-anggotanya
bekerja sama untuk memecahkan masalah secara
bersama. Tujuan
bersama ini dapat berupa upaya
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan terhadap teknik budidaya tertentu, meningkatkan ketersediaan input produksi setempat dan meningkatkan
produksi dan pendapatan petani (Harpowo, 1996).
dimana kelompok berfungsi sebagai kelas belajar, untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan, sebagai unit produksi untuk mencapai skala ekonomis dan sebagai
kerja sama pengelolaan
usaha taninya mulai dari pengadaan sarana produksi
sampai pemasaran
hasil
selanjutnya, dengan semakin meningkatnya mutu kerja
sama yang dilaksanakan kelompok tani (Departemen
Pertanian, 1985).
Penyuluh Pertanian dewasa ini lebih dititikberatkan pada pendekatan kelompok, yakni
melalui pembinaan
kelompok tani. Hal ini didasarkan pada peran Penyuluh sebagai
pembimbing, sebagai teknisi,
sebagai agen penghubung serta sebagai organisator dan dinamisator yang mempengaruhi kelompok-kelompok tani. Adanya peranan
Penyuluh dalam pembinaan kelompok
tani akan sangat membantu terjadinya hubungan interpersonal antara keduanya.
Sehingga diharapkan proses transfer
informasi maupun
adopsi
inovasi
akan
berjalan dengan lancar yang
pada
akhirnya
mampu
meningkatkan kinerja kelompok tani serta mengubah
kesejahteraan petani menjadi lebih
baik.
atau klik disini
Analisis Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit Di Kabupaten Kutai Timur (113)
Posted by ilmiahpertanian in Tak Berkategori on 19 April 2012
Pertanian khususnya pada sub-sektor perkebunan pada masa akan datang dihadapkan pada globalisasi
perdagangan internasional, karena itu perhatian harus difokuskan pada
komoditas-komoditas unggulan yang dapat bersaing dipasar domestik maupun
internasional. Salah satu komoditas pertanian yang mempunyai prospek besar
untuk meningkatkan pendapatan perkapita petani dan sekaligus sebagai sumber
devisa bagi daerah dan negara adalah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack). Komoditas sawit memiliki keungfulan yang
tinggi dibanding komoditas lain, karena merupakan bahan baku
dari berbagai industri penting yang
sangat diburuhkan oleh masyarakat luas, seperti industri mentega, minyak
goreng, farmasi, kosmetik, industri sabun dan lain-lain
kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacg)
di Indonesia
sudah dimulai sebelum perang dunia ke dua, namun hanya dalam bentuk usaha
perkebunan besar. Pengembangan perkebunan besar kelapa sawit sampai dengan
tahun 1977 hanya memberikan dampak yang relatif sangat terbatas, baik dari segi
perkembangan luasannya, produksi maupun perkembangan dunia usahanya. Sejak
tahun 1977 – 1978 pemerintah Indonesia bertekad mengubah situasi tersebut
melalui berbagai pola pengembangan kelapa sawit, dengan melibatkan masyarakat. Semenjak
tahun 1977 pemerintah mencanangkan proyek Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan
(PIR-BUN), antara lain PIR Lokal, PIR Khusus, PIR Berbantuan, dan selanjutnya
sejak tahun 1986 muncul PIR Trans.
pola PIR-BUN, maka komposisi pengusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia
berubah dengan cepat. Luas perkebunan rakyat tumbuh dengan kecepatan 50,2%,
sedangkan perkebunan negara 9,5%, dan perkebunan swasta 9,2%. Pada tahun 1968 luas areal perkebunan kelapa
sawit baru mencapai 120 ribu Hektar, namun pada tahun 1978 menjadi 250 ribu
hektar. Hingga pada perkembangan selanjutnya, luas areal perkebunan kelapa
sawit di Indonesia terus mengalami peningkatan.
dapat dilihat bahwa luas areal kebun kelapa sawit dimasing-masing propinsi
untuk tahun 1997 – 2002. Secara
nasional, luas areal kebun kelapa sawit adalah
2.516.079 Ha untuk tahun 1997, dan pada tahun 2002 mencapai
5.067.058 Ha. Hal ini berarti tingkat pertumbuhan luas areal perkebunan kelapa
sawit di Indonesia mulai tahun 1997-2002 sebesar 200%, atau tumbuh 33,5%
pertahun. Hal tersebut disebabkan antara lain adanya pengembangan baru dari
propinsi Bangka Belitung, Banten dan Sulawesi Tenggara dan juga sebagai dampak
positif otonomi daerah. Pemerintah Daerah diberi kewenangan penuh untuk
mendayagunakan keunggulan komparatif (comparative
adventage) menjadi keunggulan bersaing (competitive
adventage).
Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia (Ha).
Propinsi
|
Tahun
|
|||||
1997
|
1998
|
1999
|
2000
|
2001
|
2002
|
|
Nanggroe Aceh Darussalam
|
176.546
|
196.912
|
211.199
|
310.802
|
252.114
|
257.684
|
Sumatera Utara
|
584.746
|
603.247
|
764.232
|
2.210.954
|
869.074
|
886.612
|
Sumatera Barat
|
130.138
|
131.306
|
213.336
|
358.132
|
266.387
|
270.047
|
Riau
|
522.434
|
573.621
|
731.823
|
1.665.426
|
1.047.644
|
1.238.106
|
Jambi
|
195.460
|
222.096
|
389.849
|
490.457
|
422.503
|
429.209
|
Sumatera Selatan
|
247.109
|
278.761
|
552.798
|
676.804
|
496.950
|
516.928
|
Bengkulu
|
60.397
|
65.359
|
54.791
|
85.066
|
66.730
|
70.409
|
Lampung
|
61.089
|
68.606
|
94.388
|
132.665
|
119.803
|
131.362
|
Bangka Belitung
|
0
|
0
|
0
|
9
|
89.225
|
90.065
|
Jawa Barat
|
21.502
|
21.502
|
18.654
|
4.274
|
6.251
|
6.251
|
Banten
|
0
|
0
|
0
|
29.861
|
14.080
|
16.983
|
Kalimantan Barat
|
227.712
|
266.035
|
351.078
|
433.582
|
389.006
|
406.372
|
Kalimantan Tengah
|
63.236
$3C/td> |
;span style=”font-size: 10.0pt;”>74.140
|
191.331
|
165.590
|
217.666
|
221.034
|
Kalimantan Selatan
|
69.241
|
83.973
|
101.585
|
90.889
|
129.673
|
138.634
|
Kalimantan Timur
|
49.219
|
68.938
|
74.385
|
99.377
|
144.567
|
191.146
|
Sulawesi Tengah
|
24.616
|
34.426
|
32.678
|
31.786
|
40.976
|
47.029
|
Sulawesi Selatan
|
63.384
|
77.184
|
71.026
|
133.887
|
77.363
|
83.085
|
Sulawesi Tenggara
|
0
|
0
|
13.286
|
19.941
|
13.286
|
13.285
|
Papua
|
19.250
|
22.677
|
35.363
|
48.105
|
61.005
|
52.817
|
NASIONAL
|
2.516.079
|
2.788.783
|
3.901.802
|
4.158.077
|
4.713.435
|
5.067.058
|
perkembangan areal, produksi kelapa sawit juga mengalami peningkatan. Pada
tahun 1997 produksi Tandan Buah Segar (TBS) nasional sebesar 5.380.447 ton, dan pada tahun
2002 mencapai 9.622.344 ton. Hal ini berarti terjadi peningkatan
produksi sebesar 178,8% atau 29,8% pertahun.
atau klik disini
“Analisis Usaha Pada Pengolahan Produk Gula Kacang” (Studi kasus di Desa Takeran Kec. Takeran Kab. Magetan)…(95)
Posted by ilmiahpertanian in Tak Berkategori on 18 April 2012
Kacang tanah merupakan salah satu dari komoditi pertanian yang termasuk tanaman palawija. Kacang tanah memiliki peran yang cukup penting dalam kehidupan manusia atara lain sebagai salah satu komoditi pangan yang memiliki nilai gizi yang cukup tinggi sehingga memiliki potensi yang cukup bagus untuk dikembangkan. Sebagai salah satu dari tanaman palawija, kacang tanah amat potensial dalam pengembangan program Nasional peningkatan produksi kacang-kacangan, sebagai sumber protein nabati serta bahan penganekaragaman pangan penduduk.
Kacang tanah dapat diolah menjadi berbagai produk olahan, yang salah satunya yaitu produk “gula kacang”. Pengolahan kacang tanah menjadi produk gula kacang mempunyai arti penting dalam menambah pendapatan keluarga dan memperbaiki ekonomi rumah tangga. Salah satu daerah yang terdapat usaha pengolahan produk gula kacang yaitu Desa Takeran Kecamatan Takeran Kabupaten Magetan.
Tujuan dari peneltian ini adalah (1) untuk mengetahui proses pengolahan produk gula kacang, (2) untuk mengetahui masalah/kendala dalam usaha produk gula kacang, (3) untuk mengetahui biaya dan pendapatan usaha pengolahan produk gula kacang, (4) untuk mengetahui produksi dan harga impas pada usaha produk gula kacang, dan (5) untuk mengetahui besarnya efisiensi usaha pengolahan produk gula kacang. Dalam penelitian ini penentuan daerah dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa di desa Takeran Kec. Takeran Kab. Magetan terdapat usaha pengolahan produk gula kacang.
Dari hasil penelitian, bahwa proses pengolahan produk gula kacang adalah; memasukkan semua bahan kedalam kwali dengan air ± 1 liter kemudian direbus dalam waktu ± 30 menit. Setelah masak langsung dicetak dan ditiriskan, kemudian jadilah produk gula kacang dan langsung dilakukan pengemasan.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata biaya total yang dikeluarkan per satu kali proses produksi sebesar Rp 517.677, dimana terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap. Biaya tetap dalam usaha produk gula kacang ini yaitu penyusutan alat sebesar Rp 2.513, sedangkan biaya variabel sebesar Rp 515.164 yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, pengemasan, transportasi, dan bahan bakar (kayu bakar). Rata-rata penerimaan (pendapatan kotor) per satu kali proses sebesar Rp 570.228, sedangkan pendapatan bersih sebesar Rp 52.551. Adapun untuk besarnya produksi impas yaitu 593 bungkus, sedangkan besarnya produksi rata-rata sebesar 653 bungkus yang berada di atas produksi impas. Sedangkan harga jual rata-rata sebesar Rp 900, dimana berada di atas harga impas yaitu Rp 817.
atau klik disini
Analisis Komparasi Usaha Tani Tebu Dengan Aplikasi Pupuk “Organik” Dan Pupuk An-Organik… (96)
Posted by ilmiahpertanian in Tak Berkategori on 18 April 2012
Dalam menghadapi semakin langka dan mahalnya harga pupuk dipasaran mengakibatkan para petani tebu melakukan langkah-langkah alternatif yang dapat mengurangi tingginya biaya dalam membudidaya tanaman tebu. Langkah yang diambil para petani antara lain dengan cara mengubah sistem pertanian an-organik menjadi semi organik, yaitu dengan cara mengurangi jumlah pupuk jadi dan kekurangannya digantikan dengan pupuk kandang atau dengan pupuk hijau daun.
Tujuan Penelitian adalah 1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan teknologi pemupukan dengan pupuk organik dan an-organik. 2. Untuk mengetahui bagaimana perbandingan struktur biaya, produksi, pendapatan usaha tani antara penerapan teknologi pemupukan dengan pupuk organik dan an-organik pada tanaman tebu.
Batasan masalah dalam usaha tani tebu dengan pemupukan semi organik ini sudah tergolong usaha tebu dengan pupuk organik. Untuk tanaman tebu apabila menggunakan pupuk organik murni hasilnya tidak maksimal.
Metode penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja dikecamatan Kandat kabupaten Kediri.
Berasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam usaha tani tebu semakin besar biaya produksi dengan luas lahan yang sama maka semakin besar pula tingkat pendapatan, dalam hal ini adalah usaha tani tebu organik yang dapat dilakukan secara berkelanjutan dan lebih baik.
atau klik disini
“Analisis Komparasi Usaha Pengolahan Sari Apel di CV Bromo Semeru dan CV Nusa Agro Industri Kota Batu”…(97)
Posted by ilmiahpertanian in Tak Berkategori on 18 April 2012
Salah satu komoditas pertanian yang terkenal di Kota Batu adalah apel. Apel (Malus syvestriss Mill) merupakan bahan baku yang digunakan dalam usaha pengolahan sari apel. Usaha pengolahan sari apel ini lebih banyak menggunakan apel sortiran (apel dengan kualitas rendah) kemudian diolah menjadi minuman sari apel dengan nilai jual yang lebih tinggi, sehingga mampu memberikan keuntungan bagi para pengusahanya dan dapat memberikan lapangan kerja.
Jenis apel yang digunakan dalam usaha ini adalah apel rome beauty dan apel manalagi. Usaha pengolahan sari apel merupakan usaha skala kecil (skala rumah tangga).
Penelitian ini bertujuan: (1) Untuk mengetahui proses produksi pengolahan sari apel, (2) Untuk mengetahui perbandingan usaha pengolahan sari apel yang menggunakan jenis apel rome beauty dengan apel manalagi dilihat dari biaya, penerimaan, keuntungan, produksi, harga jual, tingkat efisiensi dan tingkat kelayakannya, (3) Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dalam usaha pengolahan sari apel.
Penelitian ini dilakukan pada usaha pengolahan sari apel pada CV Bromo Semeru dan CV Nusa Agro Industri di Kota Batu.
atau klik disini
Analisis Usaha Penggemukan Ternak Sapi Potong Hasil Inseminasi Buatan Studi di Kecamatan Panti Kabupaten Jember … (98)
Posted by ilmiahpertanian in Tak Berkategori on 18 April 2012
Penelitian dilakukan di Kecamatan Panti Kabupaten Jember pada bulan Pebruari 2006 sampai dengan April 2006. Penelitian bertujuan untuk mengetahui macam biaya, besarnya biaya, pertambahan berat badan setelah proses penggemukan sapi potong dari hasil inseminasi buatan. Penggemukan dilakukan selama 180 hari dengan menggunakan hijauan pakan ternak (sebagian besar rumput), ampas tahu dan “tumpi jagung”. Sampel diambil sebanyak 30 orang dari populasi sebanyak 61 orang dengan cara simple random sampling.
Sapi bakalan yang digemukkan berumur 7 bulan berkelamin jantan dengan alasan bahwa sapi telah lepas sapih, sehingga berat badan menurun. Pada saat inilah peternak dapat membeli bakalan yang relatif lebih murah karena harga bakalan berdasarkan timbangan berat hidup yaitu Rp 18.500 per kg.
Hasil penelitian sebagai berikut :
Biaya yang diperlukan untuk penggemukan adalah biaya variabel yang terdiri atas pakan hijauan, ampas tahu, tumpi jagung dan obat ternak semuanya senilai Rp 5.823.116 untuk rata-rata pemilikan 1,33 ekor. Biaya tetap terdiri atas tenaga kerja, sewa lahan, depresiasi kandang adan alat serta bunga pinjaman sebesar Rp 589.590 , sehingga biaya total Rp 6.412.756.
Pertambahan berat badan selama 180 hari proses penggemukan sebesar 190,204 kg, yaitu berasal dari bobot awal rata-rata 266,12 kg dan bobot akhir 456,324 kg. Penerimaan utama berupa bobot hidup sebesar Rp 8.442.000 ditambah penerimaan sampingan (pupuk kandang) sebesar Rp 23.900 sehingga peneri,aam total Rp 8.456.900. Dari penerimaan dan biaya yang telah dikeluarkan dapat dihitung keuntungan usaha sebesar Rp 2.053.144. Jadi per ekor sapi selama 180 hari dapat menghasilkan keuntungan sebesar Rp 1.540.243.
Uji signifikan menunjukkan t hitung ( 6,1315 ) lebih besar dari t tabel ( 1,699 ) pada dk = 29 dan tingkat kesalahan 5%, (uji satu pihak), maka Ho yang menyatakan bahwa tingkat efisiensi usaha penggemukan sapi potong dari hasil inseminasi paling kecil RCR = 1,2 harus diterima dan hal ini secara signifikan berlaku bagi seluruh populasi dari mana sampel diambil.
atau klik disini
Penggunaan Power Thresher dalam Upaya Memperoleh Nilai Tambah Hasil Panen Padi Sawah ( Studi di Kel. Kebonagung Kec. Kaliwates Kab. Jember) … (99)
Posted by ilmiahpertanian in Tak Berkategori on 18 April 2012
Penelitian dilakukan di kelurahan Kebonagung kecamatan Kaliwates kabupaten Jember pada bulan November sampai dengan bulan Maret 2006. Penelitian ditujukan untuk mengetahui besarnya biaya, produksi, harga, penerimaan, pendapatan, keuntungan dan tingkat efisiensi dari dua kelompok yang kan dibandingkan. Kelompok yang dibandingkan adalah kelompok petani yang menggunakan power thresher pada saat proses perontokan gabah hasil panen selanjutnya disebut kelompok A. Kelompok yang lain adalah kelompok petani yang menggunakan cara banting (tradisional) dalam merontokkan gabah hasil panennya, selanjutnya disebut kelompok B. Pengambilan sampel secara random sebanyak 30 orang untuk kelompok A dan 30 orang untuk kelompok B. Setiap kelompok diukur tingkat kelayakan usahanya dan kemudian dibandingkan untuk mengetahui adakah perbedaan tingkat efisiensi antara kelompok A dengan kelompok B.
Kelayakan usaha diukur dengan nilai RCR (Revenue Cost Ratio), untuk kelompok A ditemukan sebesar RCR = 1,902, sehingga nilai ini mengindikasikan bahwa usahatani padi sawah dengan menggunakan power thresher saat perontokan gabah dapat dikatakan cukup layak. Untuk kelompok B per ha memerlukan biaya total Rp 5.629.350. Produksi yang dicapai 5.672,69 kg dengan harga Rp 1.750/kg sehingga besarnya penerimaan Rp 9.927.218. Pendapatan kotor sebesar Rp 6.062.295 dan keuntungan usaha sebesar Rp 4.297.866.
Kelayakan usaha diukur dengan nilai RCR (Revenue Cost Ratio), untuk kelompok B ditemukan sebesar RCR = 1,760 sehingga nilai inipun dianggap cukup layak.
atau klik disini